udah ada sneak peeknya di blog sitta karina
atau mau baca disini?
ini copas nya:
Sora memandangi istrinya, atau lebih tepat kakak dari istrinya, dengan pandangan yang masih sama takjubnya sejak pertama kali ia bertemu orang ini, malam hari di Warung Ayam Bakar Suryo. Saat di mana Sora menjadi pahlawan, tapi di mata Reno Hanafiah nyatanya tidak. Player satu ini punya agenda lain untuk menjodohkan Bianca dengan kakaknya, bukan dengan Sora.
Benar-benar dua sosok yang berbeda, pikir Sora. "Jadi, tidak apa-apa kalau aku pergi sebentar bareng Giri, Alit, dan Aksa?" ia bertanya sekali lagi, ragu, ke Bianca.
Bianca mengangguk mantap. "Yes, you should definitely go. Shoo!" ia pura-pura mengusirnya.
Reno terhibur dengan gestur tidak nyaman adik iparnya yang keturunan Jepang ini. Ia tersenyum perlahan, lebar, dan penuh intrik. "I am his big brother, Sora."
"I think that's what bothers me so much." Sora mengembalikan dengan mimik jenaka.
Mereka pun tertawa.
Bianca mengecup cepat pipi suaminya lalu kembali ke sisi Reno.
"Be good," kata Sora lagi. Tangannya lalu merogoh kunci mobil di saku jeans. Sebenarnya ia agak rikuh harus menyetir di Indonesia lagi. New York padat tapi tidak se-'caur' Jakarta. Ia teringat pepatah 'If you can drive well in Jakarta, you can drive anywhere around the world'.
"You talking to my 'lil sis... or me?" Reno selalu menikmati ambush-jokes-nya pada Aozora. Di matanya, Sora walau galak dan kaku tapi tetap saja si temperamental yang mudah terbaca; kalau malu mukanya pasti memerah.
Ketika Sora sudah pergi, Bi langsung mengikuti abangnya ke kolam renang di belakang rumah. "Jadi kejutan apa yang ingin kamu kasih lihat ke aku, Mas Reno? I hope it's not Uzbekistan dancers. Or sextape."
Reno tertawa rendah. Hangat. Betapa kangennya ia pada si bungsu ini. Ia berharap Bi dan Sora bisa tinggal lebih lama daripada sekadar 2-weeks visit ke Jakarta.
Tiba-tiba seekor binatang berbulu paduan putih salju dan coklat karamel berlari dan menerjang Bianca.
"Playboy!"
"What?" Belum sempat Bianca bangkit--short jeans-nya penuh helaian rumput--pikirannya sudah lebih dulu terdistraksi oleh teriakan Reno.
Anjing gagah ini, seekor Siberian Husky, mengibas-ngibaskan ekornya dan menggonggong ceria ke arah Bi, lalu ke majikannya.
"Aku nggak salah denger kan?" Bi berdiri dibantu Reno. "Playboy, eh? Hahaha, you really have fine taste of humor, brother," sindirnya.
"Dipanggilnya Boy, Bi," ralat Reno. "Ini bukan dari siapa-siapa. Aku beli sendiri di pet shop. Dia yang minta dibeli. Pas aku masuk ke tokonya, mau beliin makanan kucing buat Andini--"
Bianca memutar kedua matanya. Gerah. Heran. "Bukannya yang miara kucing tuh Inka?"
"Andini juga," Reno melanjutkan,"Sampai mana tadi? Oh ya, pas masuk toko, si Boy langsung menerjang pengunjung toko lain. Cewek. Model. Terkenal akan foto-foto sunbathing bugilnya di Phuket."
"Dan Boy mengingatkanmu akan sosok dirimu ya?" Bi menebak.
"Yeah, sort of." Reno nyengir tanpa dosa.
"Orang kayak gue, anjing kayak Boy, bisa-bisa end up-nya sendiri dalam kehidupan ini. Soalnya kita benar-benar nggak bisa nempel lama-lama ama satu cewek. Kayaknya dalam hal ini hanya Boy yang ngertiin gue, Bi." Reno menggaruk-garuk bagian leher anjing ini dan ia pun mendengkur halus, menikmatinya.
Bianca menelaah perkataan kakaknya. Anehnya ia menangkap sinyal takut dari ucapan Reno tersebut, walau samar. Apakah ini berarti si abang takut hidup sendiri... dan suatu saat akan menanggalkan statusnya sebagai penjahat kelamin sejati? Mungkin hanya Boy yang tahu jawabannya, mengingat mereka berdua setipe!
"A dog really is a man's best friend," kata Reno lagi, tersenyum dengan sorot mata redup.
"Unlike human, he won't bite off the hand that feeds him."
"Maybe you should try to not bite off the hands of.. women that feed you, Ren."
Reno bengong sesaat, tiba-tiba pergi dari situ. "Good point."
"Hey, mau ke mana?"
"Beli bunga buat Andini. Kamu benar, Bi. Yang punya kucing tuh Inka, bukannya Andini. AdiĆ³s, mi hermana!"
Gantian kini Bianca yang bengong. Reno, Reno!
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar